Keberadaan similiarity checker dalam dunia pendidikan tinggi menjadikan perhatian khusus bagi mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir dalam perkuliahan yang mereka jalani. Tidak jarang perhatian tersebut berubah menjadi sebuah phobia (ketakutan). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa ketakutan adalah perasaan yang ada dalam diri manusia dengan berbagai gejala, diantaranya adalah perasaan gelisah hingga perasaan tidak aman dalam setiap keadaan yang dialami. Ketakutan itulah yang akhirnya membuat mereka (mahasiswa) berusaha untuk mencari solusi/pemecahan atas masalah itu. Sebuah reaksi alamiah yang akan dilakukan oleh siapa saja yang sedang mengalami masalah seperti ini. Tidak jarang pula solusi yang diambil merupakan solusi yang kurang tepat / menyalahi aturan perundang-undangan yang ada di negara ini.
Kasus tersebut juga terjadi di lingkungan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, tentunya dalam kadar yang sangat kecil. Akan tetapi, bukan perihal besar atau kecilnya kadar pelanggaran yang ada. Namun kasus tersebut merupakan kasus yang harus segera di berantas agar tidak semakin merebak dan menjangkit seluruh sivitas. Oleh karena itulah, perpustakaan memberikan langkah solutif dengan menyediakan sebuah kelas ad hoc bagi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Adapun kelas yang diberikan oleh perpustakaan dinamai dengan Anti-Plagiarism Class.
Anti-Plagiarism Class resmi diluncurkan pada bulan Desember 2019 silam. Keberadaan Anti-Plagiarism Class ini merupakan turunan dari kelas literasi informasi yang telah lama diberikan oleh perpustakaan. Dalam pelaksanaannya, Anti-Plagiarism Class ini akan dilakukan jika ada permintaan dari mahasiswa yang memiliki kesulitan atau mahasiswa yang ingin mengurangi ketakutan mereka akan similiarity checker tersebut. Anti-Plagiarism Class ini akan terus dibuka sepanjang tahun. Hal ini dilakukan karena perpustakaan tidak ingin sivitas akademika yang ada di universitas muhammadiyah ponorogo mengalami phobia terhadap similiarity checker (ed.).